Gaduhnya Daging India dan Jeroan

Daging kerbau asal India sejak akhir Agustus sudah mulai masuk. Total sampai akhir September akan masuk 10 ribu ton daging kerbau asal Negeri Bollywood tersebut

Setidaknya 9.500 ton daging kerbau asal India bakal membanjiri pasar Jabodetabek mulai akhir Agustus 2016. Demikian informasi disampaikan Thomas Sembiring, Direktur Utama Aspidi (Asosiasi Pengimpor Daging Indonesia).“Datangnya bertahap,” ujarnya kepada TROBOS Livestock (22/8).

Kabar terakhir didapat telah masuk sejumlah kontainer berisi daging asal India melalui pelabuhan Tanjung Priok. Saat dikonfirmasi, Wahyu, Perum Bulog membenarkan sudah mulai masuknya daging yang diimpor dari India (30/8). “Sudah masuk sejak sepekan yang lalu, tapi belum beredar karena masih dalam proses karantina,” ujarnya memberi keterangan. Ia juga mengungkapkan, total sampai akhir September akan masuk 10 ribu ton daging kerbau asal Negeri Bollywood tersebut. 

Daging kerbau ini diimpor oleh Perum Bulog, sebagai pemegang hak tunggal atas pemasukan daging asal India, dan selanjutnya pengusaha yang selama ini importirdagingakan ditawari untuk ikut andil dalam pendistribusiannya ke pasar tradisional. Alasannya, Bulog tidak memiliki fasilitas rantai dingin untuk mendukung proses distribusi komoditas tersebut.

                Melenggangnya daging kerbau asal India ke pasar Indonesia merupakan kelanjutan dari diberlakukannya Undang-undang No 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang mengubah dasar pemasukan ternak dan produk ternak dari berbasiskan negara (country)menjadi zona (zone base). Artinya ternak atau produk ternak dapat diimpor dari sebuah zona bebas penyakit tertentu, meski oleh OIE (Badan Kesehatan Hewan Dunia) secara negara belum dinyatakan bebas penyakit tersebut.

Sehingga India, meski sebagai sebuah negara oleh OIE belum dinyatakan bebas PMK (Penyakit Mulut dan Kuku), dapat mengirim daging ke Indonesia, asal dari sebuah zona bebas PMK. Dijelaskan Sri Mukartini – Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Dirkesmavet) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), implementasi dari UU tersebut barulah sebatas pemasukan daging tanpa tulang. “Sementara untuk ternak hidup belum diperbolehkan mengingat India belum bebas PMK,” terangnya.

                Menurut keterangan Mukartini, baru India yang mengajukan untuk masuk pasar Indonesia. Tapi tidak menutup kemungkinan menyusul Brazil dan Argentina jika keduanya mengajukan permohonan. “Kalau mereka mengajukan permohonan tentudikaji kemungkinan untuk dibuka pasar dari negara tersebut,”ujarnya.


Manuver Permentan & Impor
Meski rumor beserta polemiknya telah mencuat sejak tahun lalu, tak urung publik peternakan tetap saja terhenyak oleh manuver pemerintah dengan rentetanditerbitkannya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) yang kemudian dijadikan landasan pemerintah membuka importasi daging dan jeroan dari berbagai negara. Dua aturan diterbitkan, yaitu Permentan No 17/2016 tentang Pemasukan Daging Tanpa Tulang Dalam Hal Tertentu Yang Berasal Dari Negara Atau Zona Dalam Suatu Negara Asal Pemasukan, dan Permentan No 34/2016 tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan dan atau Olahannya. Tak lama kemudian, keluarnya aturan tersebut diikuti dengan langkah importasi, baik daging beku asal India maupun impor jeroan sapi.

Permentan No 34/2016 menggantikan Permentan Nomor 58/2015 dengan judul sama. Mukartini mengungkapkan perubahan aturan ini dikarenakan adanya arahan dari Presiden RI Joko Widodo yang menginginkan harga daging sapi di tingkat konsumen tidak lebih dari Rp 80 ribu per kg. Keinginan tersebut disambut oleh Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman dengan mengadakan rapat evaluasi pemasukan pada 16 dan 20 Juni lalu.

                I Ketut Diarmita – Direktur Kesehatan Hewan Ditjen PKH menilai kondisi yang terjadi saat ini pada komoditas daging terlihat berfluktuasi. Dalam sebuahkonferensi pers (19/7)Diarmita menyebutkan kebutuhan masyarakat Indonesia akan daging terbilang tinggi, sehingga pemerintah harus mencari jalan keluar. “Dicarilah alternatif, termasuk salah satu di antaranya memasukkan jeroan sebagai salah satu pilihan. Tujuannya untuk mengimbangi tingginya harga daging saat ini,” tuturnya.

                Menurut Diarmita,Mentan Amran Sulaiman berada di jalur yang tepat. “Menteri melakukan itu bukan karena keinginan pribadi. Presiden Jokowi mematok harga Rp 80ribu per kg,” tandasnya.Ia mengaku, pihaknya mendapat mandat meninjau peraturan-peraturan yang ada agar tidak terjadi hambatan kala dilaksanakan kebijakan impor daging dan jeroan ini, dan konsekuensinya harus mengubah aturan yang ada dengan rekomendasi para ahli terkait.

                Sementara alasan pembukaan keran impor jeroan oleh pemerintah, diterangkan Mukartini, karena adanya kebutuhan jeroan di kalangan industri kuliner tanah air. “Penganan tradisional seperti soto betawi, soto makasar, pasti pakai jeroan. Kita membatasi jeroan yang masuk hanya hati, jantung, dan paru-paru, tidak semua jeroan,” tukas dia. Ia juga menyanggah anggapan yang menyebut jeroan sebagai makanan ternak. “Tidak 100% betul itu!”tepisnya.

                Indonesiabukan satu-satunya negara pengimpor jeroan. Mukartini menunjuk Meksiko yang juga mengimpor jeroan dalam jumlah besar. Ia pun yakin masyarakat telah pandai dalam memilih pangan berkualitas, sehingga tidak mungkin jeroan akan menggeser posisi daging. “Dibandingkan dengan daging, saya yakin permohonan masuknya jeroan tidak banyak. Importir juga tidak akan memasukkan kalau tidak ada pembelinya,” imbuh dia.

Dimintai keterangannya, mantan Dirjen PKH Muladno mengaku, ia yang ketika aturan ini digodok masih menjabat turut mengawal terbitnya dua Permentan tersebut meski secara pasif. “Memang urusan daging bukan soal sebulan dua bulan saja. Untuk daging dari India itu adalah perintah presiden sehingga harus dijalankan. Tim ahli sudah didatangkan, secara teknis dan higienis semua yang menyangkut tentang itu sudah tidak ada masalah. Saya dukung itu,” ujarpria yang kini kembali aktif sebagai dosen Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ini.

                Sementara untuk persetujuan atas perubahan Permentan No 58/2015 menjadi Permentan No 34/2016, pihaknya hanya mengawal saja. Setelah turunnya perintah dari Menteri Pertanian langsung diserahkan ke direktur terkait. “Setelah direktur setuju, saya juga setuju. Andai kata direktur tidak menyetujui saya pun tidak setuju,” imbuhnya.


Deman Justru Turun
Premis kelangkaansuplai daging yang dijadikan alasan pemerintah membuka lebar keran impor daging beku dan jeroan dibantah Asnawi, Ketua Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI). Asnawi justru menilai permintaan daging sapi dan jeroan justru tengah cenderung turun sejak Ramadan lalu hingga Idul Fitri. Ia bahkan memprediksi kondisi ini berlanjut sampai lebaran haji pada September mendatang.

No comments