Bersiap untuk Kurban

Bersiap untuk Kurban
Preferensi masyarakat pekurban adalah sapi lokal. Ketersediaan terbatas, diprediksi harga naik 10 – 15 % ketimbang Idul Adha tahun lalu
Parsum peternak sekaligus pedagang sapi menyebutkan saat ini, sapi bakalan lokal buat kurban dihargai Rp 35.000 – 36.000 per kg bobot badan. Mendekati hari-H Idul Adha ia punya prediksi  harga akan ada di kisaran Rp  40.000 – 45.000 per kg bobot badan.
Mujtahid Rahjman Yadi, peternak sekaligus pedagang sapi asal Depok, Jawa Barat bahkan berani memprediksi dagangannya bisa terjual Rp 50.000 per kg bobot hidup. Angka tersebut ia dasarkan pada angka tahun lalu yang bisa tembus Rp 45.000. Ditambahkan Yadi, harga sapi kurban umumnya 30 % lebih tinggi dari harga normal atau sapi konsumsi biasa, dan saat ini sebut dia, pasaran sapi di level Rp 35.000 per kg bobot hidup.
Sementara Sumarna peternak asal Karawang Timur, Jawa Barat dan Suparto, Ketua Asosiasi Sarjana Masuk Desa (SMD), punya kalkulasi sama, kenaikan harga tahun ini 10 – 15 % dibandingkan Idul Adha tahun lalu. Perkiraan Sumarna, pembelian secarajogrogan (per ekor) sekitar Rp 12 juta – 15 juta untuk bobot 250- 300 kg. Dan sapi lokal lebih mahal 15 – 20 % lebih tinggi dibandingkan sapi persilangan impor-lokal. Untuk jenis, baik Sumarna dan Suparto menunjuk dominasi sapi lokal PO (Peranakan Ongole) yang biasa dikenal dengan sapi jawa atau sapi putih sebagai yang paling favorit dan paling mahal, disusul sapi bali dan sapi crossbreed (sapi persilangan).
Sementara untuk sapi impor murni tidak dapat dijadikan sebagai hewan kurban. Biasanya sapi jantan impor sudah dikebiri dari negara asal, yang secara hukum agama dinilai tidak memenuhi syarat hewan kurban. Selain itu terhitung Juli 2011Australia memberlakukan ESCAS (Exporter Supply Chain Assurance System-ESCAS).Aturan ini memastikan semua ternak hidup yang diekspor mendapat perlakuan sesuai standar internasional kesejahteraan hewan di semua unsur rantai suplai di negara tujuan. Sapi-sapi impor hanya boleh dipotong di RPH yang sesuai standar. Sementarasapi kurban biasanya tidak dipotong di RPH, sehingga sapi impor tak mempengaruhi pasokan dan harga sapi kurban. Sekalipun ada sapi impor masuk, harga sapi lokal tetap tinggi.
Kurang Pasokan
Yudi Guntara Noor pemilik perusahaan penggemukan (feedlot)PT Citra Agro Buana Semesta, meyakini, harga sapi lokal (termasukcrossbreed) cenderung naik terus sampai hari raya Idul Adha. Belum lagi kalau stok sapi di kandang-kandang feedlot menipis maka perusahaan perlu mengisi kandangnya untuk memenuhi utilitasnya. Karena kuota impor sapi bakalan dibatasi, feedlot akan berburu sapi bakalan lokal.
Ignatius Adiwira, Head of Sales Marketing & Government Relations PT Santosa Agrindo (Santori) mengatakan akibat kuota impor bakalan menurun sejak tahun lalu, banyak kandang feedlot kosong. Untuk efisiensi operasional, diisi sapi lokal (termasukcrossbreed) dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bahkan, feedlot di Medan pun, mengambil sapi dari pulau Jawa. “Logikanya, populasi di peternak turun. Indikasinya jelang Idul Fitri sapi lokal sudah langka dan harga meningkat,” papar Ignatius.
Pandangan berbeda dikemukakan Suparto. Menurut dia, suplpy-demand sapi potong untuk kurban tahun ini masih dalam tingkat kewajaran. Tetapi ia tak menampik, pasca Idul Fitri banyak peternak yang belanja mengisi kandangnya kembali. Sehingga terkesan di pasar berebut sapi bakalan.  Akibatnya, harga sapi bakalan terdongkrak naik, khususnya sapi dengan berat kisaran 250 – 300 kg yang umumnya laris untuk pangsa pasar Idul Adha sesuai kemampuan finansial pekurban.
Menarik, Yadi menyebut situasi politik 2014 bisa jadi berpengaruh pada bisnisnya tahun ini. Mungkin saja permintaan hewan kurban bakal naik, dipicu calon legislatif mencari dukungan masyarakat melalui berkurban. ”Kalau mengikuti pola 1999 dan 2004, Idul Adha yang dekat dengan pemilu jumlah permintaan hewan kurban naik,” ujar Yadi bernada harap.
Sementara Sumarna menjelaskan, dengan pakan yang mahal dan sulitnya mencari tenaga kerja keuntungan per tahun dengan 3 periode panen, yaitu Idul Fitri, Idul Adha dan hari biasa, “Tidak sampai 5 %.” Suparto juga menyebut angka keuntungan 2 – 3 %.
Selengkapnya baca di majalah TROBOS Livestock Edisi September 2013

No comments